Pakar ilmu ekonomi
JM. Keynes, mengatakan bahwa “Pengeluaran seseorang untuk konsumsi dan tabungan
dipengaruhi oleh pendapatannya. Semakin besar pendapatan seseorang maka akan
semakin banyak tingkat konsumsinya, dan tingkat tabungannya akan semakin
bertambah. Sebaliknya apabila tingkat pendapatan seseorang semakin kecil, maka
seluruh pendapatannya digunakan untuk konsumsi sehingga tingkat tabungannya
nol.”
Jika kita perhatikan konsep yang dikemukakan oleh Keynes, memang ada
betulnya jika kita memiliki pendapatan tinggi, kecenderungan kita akan
mengkonsumsi barang dan jasa lebih banyak (bervariasi) dan tabungan di bank pun
semakin bertambah. Namun, apakah dengan memiliki banyak tabungan di bank dan
mengkonsumsi barang dan jasa yang lebih akan membawa sesuatu kebahagiaan untuk
kita? Jawabannya sangat bergantung pada individu masing-masing.
Saya bukan ingin mengkritik apa yang dikatakan oleh Keynes tentang pendapatan
= konsumsi + tabungan, tetapi hanya ingin mereview kembali pendapat Beliau agar
memiliki satu perubahan dalam hidup. Leonard Nimoy seorang actor, penyair,
fotografer dan sutradara film. Ia paling dikenal pada tokoh Mr. Spock pada film
seri dan layar lebar Star Trek pernah mengatakan: “semakin kita berbagi,
semakin banyak yang kita milki”. Jika kita simak pendapat Keynes dan Leonard
Nimoy ada satu yang perlu kita perhatikan yaitu pada sisi Saving dan Sharing. Inilah
apa yang akan saya bahas.
Banyak orang yang bilang, bekerja adalah untuk mendapatkan uang dan
apabila uang sudah didapat, maka uang tersebut harus disimpan untuk masa depan
melalui berbagai cara seperti deposito, asuransi dan investasi. Artinya orang
bekerja untuk mendapatkan uang lalu disimpan. Seiring dengan perubahan zaman
dan perkembangan ilmu pengetahuan, lambat laun konsep itu mulai ditinggalkan
oleh orang-orang yang berfikir kreatif, sehingga mereka berfikir bukan lagi
untuk memperbanyak Saving tetapi memperbanyak Sharing. Sebagai contoh: seorang
kandidat walikota X melakukan kampanye dengan janji politik yaitu apabila
dirinya terpilih, maka akan memberi toko gratis kepada semua pedagang kaki
lima. Tentunya dengan syarat bahwa semua pedagang kaki lima tersebut harus
mengikuti training tentang tata cara menjual dan melayani pembeli. Ternyata,
setelah terpilih, janjinya betul-betul ditetapi. Semua pedagang kaki lima
diberikan toko sehingga pasar tampak lebih rapih. Coba kita berfikir, berapa
dana yang dikeluarkan oleh walikota terpilih untuk memberikan toko gratis
kepada pedagang kaki lima? Tentunya sangat besar. Apa yang diperoleh dari hasil
memberi toko secara gratis kepada pedagang dengan memberikan training? Dalam waktu
1 tahun, taraf hidup mereka meningkat dan mampu menambah jumlah toko. Hal ini
sangat berdampak pada kemajuan daerah tersebut, minimal jumlah pengangguran
berkurang karena toko perlu pegawai, pendapatan semakin meningkat, pajak
retribusi meningkat dan lain-lain. Tentunya keberhasilan ini memberikan
sumbangan positif terhadap peningkatan PAD.
Contoh lain, saat IBM melakukan akuisisi
Diligent Technologies, sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang
teknologi penyimpanan de-duplikasi. Lewat akuisisi ini, teknologi dan pegawai
Diligent Technologies akan menjadi bagian dari unit bisnis IBM System Storage,
IBM Systems and Technology Group. Apa yang dilakukan IBM adalah satu strategi
Sharing meski harus mengeluarkan dana yang cukup besar tetapi benefitnya IBM
mendapatkan teknologi dan pegawai Diligent Technologies sehingga meningkatkan
kinerja IBM di setiap lini.
Dua contoh di atas memang sangat berbeda,
tetapi satu tujuan yaitu ingin meningkatkan kinerja. Walikota ingin
meningkatkan kinerja pemerintahan, agar kelak dapat terpilih kembali sedangkan
IBM ingin meningkatkan kinerja perusahaan. Tinggal bagaimana kita menyikapi
makna Sharing.
Nah, dari konsep Sharing inilah mungkin asal mulai konsep CSR (Corporate
Social Responsibility) muncul yang kalo diartikan sebagai tanggung jawab
perusahaan kepada kegiatan sosial. Saat ini banyak perusahaan yang menginvestasikan
dananya dalam bentuk kegiatan social, meski tujuannya seringkali disalah
artikan untuk pencitraan tetapi sisi baiknya adalah perusahaan lebih memikirkan
masyarakat banyak. Dahulu pada era marketing 1.0, (intelektual) semakin besar
promosi maka semakin besar pendapatan. Artinya, semakin perusahaan mengeluarkan
banyak dana untuk kegiatan promosi, maka akan mendatangkan laba lebih besar
(high budget, high profit), lalu berkembang ke konsep marketing 2.0 (emosional)
yaitu promosi sedikit, pendapat tinggi (low budget, high profit), kemudian
terakhir marketing 3.0 (spiritual/ human spirit) yaitu era menyentuh hati
manusia.
Disinilah kita bisa
pahami makna Sharing not Saving sebagai salah satu strategi untuk melakukan
perubahan. Bayangkan jika perusahaan, pemerintah, sampai individu gencar
melakukan saving not sharing, apa jadinya?
No comments:
Post a Comment